Friday, July 19, 2013

belum rezeki

duduk manis, memperhatikan sebuah kotak bersampul biru,
berharap benda itu terbuka dengan sendirinya.
Sampai kapan?
entahlah..
berhari aku menanti, dan belum juga terbuka
ah aku jadi enggan berharap..
seorang wanita lari tergopoh dan memungut kotak itu.
menatapku sebentar, lalu membawa pergi benda itu
baiklah, kotak itu ada pemiliknya..
aku tersenyum.
belum rezeki ra.. 

sejalan, sehati, dan sesuatu..

...aku terjatuh dan tak bisa bangkit lagi
aku tenggelam dalam lautan luka dalam
aku tersesat dan tak tahu arah jalan pulang...

Ya kurang lebih itu adalah lirik lagu paling galau sepanjang masa, hahaha. 

Beberapa hari yang lalu, saya mengalami musibah kecelakaan yang cukup menyedihkan, menderitakan, dan memilukan. Aiiih... lebay bahasanya. Ya gimana gak sedih, semua itu terjadi karena satu hal, yaitu NGANTUK. Tanpa sadar tertidur diatas motor yang sedang berjalan, dan menabrak sebuah mobil. Lalu semua terjadi begitu cepat, dalam beberapa detik saya sudah tergeletak dijalan dengan mulut bersimbah darah dan luka dilutut kaki. Sempat terpikir, bagaimana kalau dibelakang ada mobil yang melaju dengan kecepatan tinggi, sudah pasti saya pulang tinggal nama. Sempat terpikir bahwa saya akan jadi korban tabrak lari, ternyata tidak, justru orang yang saya tabrak bertanggung jawab penuh dengan keadaan saya hingga saya berada di rumah sakit. Alhasil bibir saya kena 2 jahitan, dan kaki kiri saya luka serta memar merona. 

Setiap saya mau bertambah umur, pasti selalu ada ujian yang diberikan Allah untuk saya. Entah itu masalah hati, karier, atau perjalanan hidup. Dan jika setiap tahun saya diuji akan hal yang sama, artinya jiwa ini belum ada kemajuan untuk hal pendewasaan, keikhlasan dan kesabaran. 

Saya rasa semua manusia di bumi ini mengerti, bahwa kedewasaan, keikhlasan, dan kesabaran tidak ada sekolahnya. Semua belajar melalui pemikiran, hati dan nurani serta perjalanan hidup. 

Yang kali ini tengah saya pelajari adalah menyeimbangkan hati dan pikiran, menyatukan hati dan pikiran, serta menyelaraskan hati dan pikiran agar sejalan , sehati , dan sesuatu..~~ nyambung gak?~~

Oke, usia 25 menuju 26 terbilang cukup sulit saya hadapi, karena ujian yang diberikan kali ini menurut saya cukup berat. Membuat saya sempat terpuruk hingga terjerembab kedalam lembah kegalauan. Yah.. saya terpaksa mengaku bahwa akhir - akhir ini saya galau.. bodo amatlah mau disebut alay atau abege.

So, what should I do now? I just pray pray and pray, and hoping for a miracle for all the things I've fought for..

~sejalan, sehati, dan sesuatu~


...For us to work we didn't break, we didn't burn

We had to learn how to bend without the world caving in

I had to learn what I've got, and what I'm not, and who I am...


Saturday, July 13, 2013

DUA

"DUA", sudah pasti adalah angka, urutan, nomor dan yang pasti bukan yang pertama. kecuali yang terucap adalah "SATU". Hahaha, agak bingung ya menuliskan cerita yang satu ini. Saya sedang terkena musibah, ya apapun itu yang merunut duka dan mengena ke hati tetap disebut musibah bukan? :D

Menjadi yang keDUA dalam hati seseorang ,atau menjadi yang ke DUA untuk dipilih di bidang lain, atau menghadapi berbagai pilihan dan itu ada DUA. itu membuat saya tidak tenang, sungguh. Terpikirpun tidak pernah, bahkan tidak pernah mau jika ada yang menawarkan. Dalam hal apapun. Tapi kini saya terjebak dalam logika dan hati saya sendiri.

 Berada di "DUA DUNIA", dunia maya dan dunia nyata. Seolah tengah menjalani sandiwara teater yang menegangkan. Berhadapan dengan beberapa lawan main dengan kualitas akting yang luar biasa. Lelah? pasti.

Saat ini rasanya detik sedang tak bersahabat denganku, aku ingin pergi dari detik yang berdetak, atau menghentikan detik, sebentaaarrr saja...untuk kunikmati apa yang kugenggam sekarang  Apakah bisa? Tentu tidak, aku bukan siapa - siapa yang bisa menghentikan waktu.

Aku menangisi detik yang bergulir begitu cepat, dalam hitungan jam, bahkan hari, saya tak lagi berada di dunia nyata. Tak pula di dunia mimpi. Terombang ambing oleh ombak raya. Tak kusangka aku menjadi gadis yang murah menorehkan air mata.

Kepada siapa aku dapat bertanya? Kepada siapa aku dapat percaya?
Bertumpu pada ujung kaki, berharap tak ada lelahnya kaki ini melangkah. 

Tuhan, mengapa DUA yang ada sekarang. 
Kamu, dia, bahkan mereka.

Kembali aku menelan ludah saat melihat DUA didepan mata. 

Diam, enggan bergerak melawan waktu, dan DUA.